BANDUNG II cyberpena.com — Salah satu hal yang belum bosan saya lakukan adalah menyaksikan aksi Tom and Jerry, film kartun legendaris itu. Kisah klasik tentang perselisihan abadi antara seekor tikus dan kucing yang bukan hanya membuat penontonnya terbahak, tetapi juga bisa menimba nilai-nilai yang baik dari dalamnya.
Salah satu nilai yang dapat dipetik dari film kartun itu adalah sikap Tom, si kucing yang meskipun selalu gagal mengalahkan Jerry; tetapi selalu mencoba dan mencoba lagi. Ada kegigihan yang tersuguh di depan mata penonton, keuletan yang terus menerus dikerjakan meski hasilnya belum tentu sebuah kemenangan.
Itu kan kartun? Kenyataannya tak selalu demikian kan? Ya, benar… Saya sepakat! Ayub misalnya, mengalami masa sukar di dalam hidupnya karena berbagai sebab. Kehilangan semua anggota keluarga, kekayaannya habis, ditambah dengan sakit parah dan menjijikkan. Ia sampai berkata, “Sesungguhnya kalau aku berjalan ke Timur, Ia tidak di sana; atau ke Barat, tidak kudapati Dia; di Utara kucari Dia, Ia tidak tampak, aku berpaling ke Selatan, aku tidak melihat Dia.” (Ayub 23:8-9). Sebuah keluh kesah yang wajar dan manusiawi. Ia seperti ditinggalkan Tuhan sendirian…
Dalam Perjanjian Baru ada Paulus yang dalam perjalanan pelayanannya banyak mengalami tantangan dan pergumulan. Ia menuliskan pengalaman pedih dalam berbagai pergumulan berikut: “Apakah mereka pelayan Kristus? — aku berkata seperti orang gila — aku lebih lagi! Aku lebih banyak berjerih lelah; lebih sering di dalam penjara; didera di luar batas; kerap kali dalam bahaya maut. Lima kali aku disesah orang Yahudi, setiap kali empat puluh kurang satu pukulan, tiga kali aku didera, satu kali aku dilempari dengan batu, tiga kali mengalami karam kapal, sehari semalam aku terkatung-katung di tengah laut. Dalam perjalananku aku sering diancam bahaya banjir dan bahaya penyamun, bahaya dari pihak orang-orang Yahudi dan dari pihak orang-orang bukan Yahudi; bahaya di kota, bahaya di padang gurun, bahaya di tengah laut, dan bahaya dari pihak saudara-saudara palsu. Aku banyak berjerih lelah dan bekerja berat; kerap kali aku tidak tidur; aku lapar dan dahaga; kerap kali aku berpuasa, kedinginan dan tanpa pakaian,dan, dengan tidak menyebut banyak hal lain lagi, urusanku sehari-hari, yaitu untuk memelihara semua jemaat-jemaat (2 Kor 11:23-28).”
Baik Ayub maupun Paulus mendapat pergumulan yang tak ringan. Tetapi menariknya, sikap mereka menghadapi kesulitan sangat luar biasa. Sikap yang pada akhirnya memampukan mereka bertahan dan tidak dikalahkan pergumulan. Ayub menyatakan bahwa Tuhan tahu jalan hidupnya dan ujian yang terjadi itu akan membuatnya timbul seperti emas (Ayub 23:10). Paulus pun memandang bahwa penderitaan yang sekarang ini akan mengerjakan kemuliaan kekal pada masa mendatang (2 Kor 4:16-17).
Penderitaan menjadi bagian hidup yang tak terpisahkan dalam perjalanan umat manusia, tanpa terkecuali. Usaha menghindarinya tidak pernah membuahkan hasil, malah terkadang membuat kekecewaan berlipat. Sudah tak bisa menghindar, kemudian ditambah kekalahan ketika menghadapi kesulitan itu. Lebih baik kita berfokus membenahi sikap yang benar agar langkah-langkah terbaik dapat kita ambil selanjutnya. Masalah dan kesulitan bukan kutuk, tetapi kesempatan Tuhan yang terjadi dalam hidup kita. Menyalahkan orang lain, diri sendiri, bahkan Tuhan; tidak membawa kita pada penyelesaian masalah. Terima kenyataan hidup, mulai bangkit dan alamilah proses pendewasaan dari-Nya.
Penulis : Joko Prihanto