MAKASSAR II Cyberpena.com — Pemberian SK PJ RT/RW oleh Wali Kota Makassar Mohammad Ramdhan Pomanto dan penonaktifan sebagian ketua RT/RW kian menyeruak, karena Kebijakan ini menimbulkan sejumlah sorotan dari berbagai pihak yang dinilai tidak objektif dalam mengambil kebijakan.
Ini di Duga akan melanggar Peraturan Perda yang berlaku dan dapat dinilai akan menimbulkan konflik baru.
Aktifis hukum Abdullah Mahir, SH. MH yang di hubungi Via Whatsaap membeberkan ;
“Seharusnya Walikota Makassar tidak sekedar menunjuk Ketua RT/RW, karena Ketua RT/RW adalah orang-orang yang di tokohkan di lingkungan wilayahnya, jadi mereka harus dipilih sesuai keinginan Masyarakat yang ada di lingkungan tempat tinggal mereka, bukan di tunjuk oleh Walikota.
“Jika sekiranya saya ketemu dengan orang ditugaskan mengusulkan nama-nama PJ RT/RW, maka saya akan bertanya, apa kapasitas anda untuk mengusulkan PJ RT/RW dan apa syaratnya orang bisa diusulkan namanya untuk menjadi PJ RT/RW ?
Lanjut dirinya menambahkan ;
“Kita semua tahu, bahwa pemilihan RT/RW diatur dalam Peraturan Daerah No 41 Tahun 2001 dimana dalam perda tersebut ada poin yang mengatakan, bahwa pengurus dapat diganti apabilah sudah ada yang terpilih”
“Saya perjelas ( yang di pilih oleh masyarakat, bukan di tunjuk oleh Walikota ) karena kalau ditunjuk kemudian di SK-kan berarti ini menandakan suatu kemunduran Demokrasi di Kota Makassar karena Hak pilih Masyarakat untuk menentukan tokohnya, dicabut secara tidak langsung” katanya.
“Saya lihat ada yang aneh, contoh kasus, penunjukan PJ RT/RW, ada Ketua RW dan Ketua RT yang di tunjuk, mereka dalam satu rumah, mertuanya ditunjuk selaku Ketua RW dan menantunya di tunjuk selaku Ketua RT, belum lagi ada yang di tunjuk, aktifitasnya kebanyakan di daerah lalu ditunjuk selaku RW, ada juga domisilinya di tempat lain di tunjuk PJ di Wilayah lain, bahkan ada yang sudah sakit-sakitan, apakah pemerintah Kota ini mau dibantu atau memang sudah tidak mau dibantu” ungkap Abdullah.
Di tempat terpisah, Ridwan Gassing selaku RW yang di ganti, berpendapat, ini ada kaitannya dengan Politik Pilwali kemarin, karena saya melihat yang diberikan SK PJ RT/RW adalah pendukungnya dan memberhentikan yang tidak mendukungnya.
“Kalau dengan alasan akan di laksanakan pemilihan di kemudian hari atau yang disebut pemilu Raya, kapan akan di laksanakan ? kenapa bukan sekarang disaat diakhir masa kerja RT/RW” tuturnya
Lanjut Abdullah Mahir, kalau kebijakan ini tidak Mengacu Pada Perda 41 Tahun 2001, Bab 11 Pasal 14, berarti bisa saja kebijakan tersebut melanggar Perda yang berlaku.
“Jika Dugaan Pelanggaran itu terjadi, dan Walikota Makassar mengeluarkan SK pemberhentian tersebut, Ketua RT/RW yang diganti dapat menggugat Walikota Makassar, mengambil upaya hukum di PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara), karena semua orang punya hak yang sama di Hadapan Hukum” Tegasnya. (Red)