Cyberpena Jakarta, Jika pilkada serentak digelar 2024, seperti sikap Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan pemerintah, karier kepala daerah yang habis masa jabatannya pada 2022 dan 2023 akan terhenti. Mereka bisa gagal manggung di konstestasi nasional.
Pemerhati hukum tata negara Andi Syafrani menilai, wacana Pilkada Serentak 2024 memangbisa memutus karier dan peluang kepala daerah yang berprestasi untuk maju kontestasi di level nasional. Dia melihat nantinya, kader kepemimpinan nasional akan lebih banyak muncul dari menteri dan birokrasi atau pimpinan pusat partai politik. “Karier kepala daerah banyak putus tengah jalan untuk masuk gelanggang nasional,” ujar Andi saat dihubungi SINDOnews, Minggu (31/1/2021).
Andi menuturkan, dahulu figur Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dianggap sebagai figur representatif dari kalangan militer yang terakhir menjadi presiden. Maka, menurutnya, dengan fenomena politik yang terjadi saat ini, Presiden Jokowi pun bisa menjadi penutup kepala daerah yang paripurna karier politiknya.
“Mungkin setelah satu dekade lagi baru akan muncul lagi kepala daerah yang bisa masuk panggung pilpres,” ujar pria yang berprovesi sebagai advokat ini.
Lebih lanjut Andi mengatakan, dengan kondisi yang demikian, dirinya setuju agar pelaksanaan pilkada dinormalkan atau tidak digabung atau berdekatan dengan Pemilu 2024. Dia melihat, jika harus digabung atau berdekatan digelar, tahun 2024 akan menjadi tahun terpanas dan akan membuat penyelenggara pemilu keteteran yang berpotensi menimbulkan korban lebih banyak daripada Pemilu 2019.
“Dan akan membuat pemilihan kepala daerah menjadi nggak penting atau sebaliknya bisa membuat partai jadi nggak penting. Ini harga demokrasinya mungkin akan lebih mahal daripada membuat pilkada kembali ke normal,” tutur mantan kuasa hukum KPU di sidang sengketa Pilpres 2019 di MK.
Sumber : Sindonews.com